Pelabuhan Pototano tampak dari kejauhan (Foto dok. pribadi) |
Sabtu, 22 Februari 2020
Melalui
layar ponsel, saya mengeja satu-persatu nama peserta Diklat Pranata Humas yang
Senin besok akan berkumpul di Wisma Tambora Kantor BPSDMD NTB. Salah seorang
panitia mengirimkan surat dan lampiran nama peserta ke whatsapp saya.
Jumlahnya 30 orang termasuk namaku. 29 peserta lainnya tidak satupun yang saya
kenal sebelumnya.
Ini berarti kesempatan menambah 29
teman baru. Dalam hati, saya bertekad bersikap sebaik-baiknya. Bukan saja
karena kami akan bersama selama 24 hari, tapi karena dari dulu saya berprinsip
bahwa sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, akan kembali kebaikan itu pada
diri kita.
Mungkin tidak dalam wujud yang sama tapi dapat menjelma melalui bentuk yang berbeda-beda.
Tak terasa, Pelabuhan Khayangan Lombok sudah di depan mata. Kapal fery yang saya tumpangi akan segera bersandar. Waktunya bersiap-siap.
--------
Ada keseruan tersendiri saat acara
perkenalan peserta yang dipandu Ketua Kelas Pak Solihin. Selain menyebut nama
lengkap masing-masing, para peserta memperkenalkan nama panggilannya. Ada yang
nama panggilannya Kak Rose, yang mengingatkan kita sosok kakak perempuan dari
serial Upin Ipin. Ada juga yang nama panggilannya Milea, yang mengingatkan kita
akan kekasihnya Dilan. Serta nama-nama lainnya. Semua disertai canda dan tawa.
Otakku berpikir keras ketika hampir tiba giliranku memperkenalkan diri. Ingin rasanya menyebut nama panggilan saya adalah Alfonso, untuk sekedar melucu dan memancing tawa. Tapi saya khawatir lelucon itu tak berhasil.
Lalu terbersit ide menyebut nama panggilan saya adalah Dilan. Ini juga urung saya lakukan mengingat usia dan bentuk wajah saya yang jauh Bumi Langit dengan aktor yang telah identik dengan nama itu.
Akhirnya saya memperkenalkan diri sewajarnya "Nama saya Muhammad Anshor. Nama panggilan Anshor". Lalu saya merasa seisi kelas menjadi hening.
--------
Minggu, 22 Maret 2020
Pelabuhan Pototano Sumbawa, sudah siap menyambut. Kapal fery yang kurang lebih satu setengah jam mengarungi Selat Alas hampir menuntaskan tugasnya.
Kurang lebih 24 hari kami mengikuti diklat di Kota Mataram dan Alhamdulillah hasilnya semua peserta dinyatakan lulus. Sebagai satu-satunya peserta yang bermukim di pulau seberang, ada rasa yang sulit untuk diutarakan. Ada rindu yang menyeruak.
Senam pagi, sarapan bersama, ber-tiktok ria, berjumpa dengan pengajar-pengajar yang luar biasa serta panitia diklat yang sangat berdedikasi, telah menjadi warna dalam kehidupan saya. Warna yang kelak melengkapi kisah hidup saya yang lain sehingga melebur menjadi sebuah pelangi yang indah.
24 hari dalam kebersamaan mungkin tak cukup bagi kepalaku untuk mencerna semua peristiwa yang terjadi. Tapi itu waktu yang lebih dari cukup buat hatiku untuk menampung semua kenangan. Kenangan tentang kalian, 29 teman diklatku, 29 panutanku.(*)
0 komentar