Senja di Bone, 10 Desember 2009 |
Saya pernah baca kutipan: “Sesuatu yang paling agung yang turun dari langit adalah taufiq dan sesuatu yang paling agung yang naik dari bumi adalah ikhlas”.
Soal ikhlas ini, 3 Maret 2021 lalu via facebook messenger saya
kembali diingatkan oleh sosok yang saya anggap seperti kakak sendiri. Saya
memanggilnya Daeng Amir. Ia berdomisili di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Kemarin, 23 Maret 2021, persis 20 hari setelah chat
terakhir itu, saya mendengar kabar duka. Daeng Amir meninggal dunia. Sedih,
terharu, dan mencoba menahan sesuatu yang berat di mata, sesuatu yang hendak
tumpah.
Saya kemudian mengabari istri saya mengenai kabar kehilangan
itu. Meskipun istri saya tidak pernah melihat secara langsung sosok kakak saya
itu, namun ia tahu betul bahwa Daeng Amir banyak membantu saya saat bertugas di
Bone selama lebih dari dua tahun.
Kebaikannya tidak terhitung. Begitu juga dengan kebaikan
kakak-kakak saya yang lain di Bone seperti Kak Tiar, Kak Wulan, dan Daeng Randy.
Juga kebaikan sahabat-sahabat jurnalis dan teman lainnya. Kebaikan yang tak
mampu saya balas satu-persatu.
Di Bone saya pernah kekurangan uang, tapi tidak pernah
kekurangan makanan. Pintu-pintu rumah milik manusia berhati malaikat selalu
terbuka untuk saya. Mereka mengajak dan menyuguhkan hidangan dengan ketulusan
yang terpancar dari senyumannya.
Kini, Daeng Amir, sosok jurnalis senior yang selalu kami
dengar nasehatnya, yang selalu kami kunjungi rumahnya, telah berpulang.
Pesan terakhirnya soal keikhlasan mungkin suatu pertanda.
Iya Daeng, kami ikhlas. Kami sadar kematian adalah sebuah keniscayaan bagi
setiap yang bernyawa. Semua hanya persoalan waktu.
Ijinkanlah kami mengiringi kepergianmu dengan Doa : Semoga
segala kebaikanmu menjelma menjadi cahaya yang selalu menerangi tempatmu di
sana. Aaamiiin.(*)
0 komentar