Sandal yang Tertukar di Reuni yang Tertunda

By Muhammad Anshor - Maret 30, 2021

 

Ilustrasi. Sumber gambar : Pixabay

Ini cerita biasa tentang acara reuni yang juga biasa. Reuni kelas kami saat SMP. Tidak pakai spanduk, apalagi dresscode. Pun yang hadir hanya delapan orang. Dadakan pula. Siang diposting di group whatsapp, sorenya kami berkumpul.

Tempatnya di sebuah rumah makan yang menu utamanya seafood. Pengunjung duduk lesehan menyantap hidangan yang semuanya disajikan langsung di atas kertas laminasi. Sungguh pengalaman pertama saya makan dengan cara penyajian seperti itu. Tapi bukan ini yang ingin saya ceritakan.

Yang membuat reuni sedikit “istimewa” ada dua hal. Pertama, ini pertemuan perdana kami sejak lulus tiga belas tahun silam. Kedua, karena sepasang sandal. Satu sandal milik saya, satunya milik entah siapa. Nah, ini yang ingin saya ceritakan.

Saya mengetahui satu sandal saya tertukar, pada keesokan harinya. Setelah acara kumpul-kumpul itu. Sandal yang tertukar itu warna dan modelnya mirip dengan milik saya.

Lampu rumah makan yang kurang terang di bagian luar, tempat alas kaki disimpan menurut saya adalah penyebab utama. Penglihatan saya yang mulai mengabur karena faktor usia adalah tersangka selanjutnya. Jangan-jangan gabungan keduanya.

Pikiran saya bercabang. Beberapa pertanyaan melintas di benak. Apakah saya harus posting dan bertanya perihal ini di group WA? Siapa tahu sandal saya tertukar dengan salah seorang teman. Berharap tidak tertukar dengan sandal milik pengunjung lain di rumah makan itu.

Saya urungkan untuk bertanya di group WA. Takutnya jadi bahan bully. Bahan candaan dan tawa teman-teman. Bisa turun harga diri saya. Harga diri saya yang saat ini sedang disandingkan dengan sebuah sandal.

Persoalan sandal ini sekilas bukan masalah besar. Toh, ada sandal yang lain. Atau bisa beli yang baru. Lagi pula sandal saya sudah agak usang. Sudah cukup lama. Sudah saatnya diganti.

Tapi ini bukan soal sandal saya. Ini tentang sandal orang lain. Hak milik orang lain. Bagi saya, sekecil apapun hak seseorang yang masih ada dan belum saya tunaikan, itu adalah masalah besar.

-----

Akhirnya ada titik terang. Salah seorang teman memosting di group WA bahwa satu sandalnya tertukar. Saya pun segera menyahut. Kami atur janji agar besok saya ke rumahnya.

-----

Keesokan hari saya pun tiba di rumah teman dan akan mengembalikan sandal itu. Tapi saya tidak menemukan sandal saya. Saya hendak menanyakannya, namun teman saya mendahului dengan pertanyaan yang sama “Sandal saya mana?”.  Kami sama-sama bingung.

Ternyata sandal yang saya bawa juga bukan sandal milik teman saya. Pantas sandal saya juga tidak kelihatan. Berarti ini pertukaran segitiga. Orang ketiga kemungkinan membawa sepasang sandal. Satu milik saya. Satu milik teman saya. Dan kami masing-masing membawa satu sandal milik orang itu.

Semoga saja bukan pertukaran segi empat. Dua orang lainnya membawa masing-masing satu sandal kami, lalu saya dan teman masing-masing membawa satu sandal milik mereka. Bisa tambah rumit. Dalam hidup saya, baru kali ini persoalan sandal menjadi begitu kompleks.

Hingga tulisan ini saya unggah, belum ada kepastian siapa pemilik sepasang sandal itu. Namun teman saya berencana akan membawanya kembali ke rumah makan. Siapa tahu ada yang datang mencari sandalnya. Lalu bagaimana dengan sandal kami? Sepertinya memang sudah waktunya diganti.(*)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar