AADC : Tiga Hal Sekilas dari Rangga

By Muhammad Anshor - Oktober 15, 2021

 

Sumber gambar : imdb.com

Ada tiga hal sederhana dalam film Ada Apa  Dengan Cinta (AADC) yang menurut saya punya arti tersendiri. 

Tiga scene yang diperankan Rangga ini mungkin muncul sekilas tapi dia sepertinya dihadirkan menjadi potongan-potongan kecil untuk mendukung satu cerita utuh dalam kisah Rangga Cinta.

Yang pertama saat Rangga sigap membayar kacang rebus yang diambil Cinta. Adegan ini terjadi saat mereka berjalan kaki sepulang dari kafe yang ada live music-nya. Sederhana sih, cuma persoalan kacang seharga beberapa ribu perak. Tapi laki-laki memang harus begitu, sigap, inisiatif, dan bisa diandalkan.

Yang kedua, saat Rangga mendatangi rumahnya Cinta malam-malam sebelum berangkat ke New York. Rangga tidak ingin bertamu atau menemui Cinta, tapi hanya memandangi rumah itu dari kejauhan. Untuk adegan ini, saya mengerti sekali perasaan Rangga karena hal ini hanya dilakukan oleh pria yang benar-benar sedang jatuh cinta kepada wanita.

Saat itu situasinya Rangga dan Cinta lagi tidak akur. Cinta menyalahkan Rangga atas berubahnya sikapnya dia khususnya ke teman-temannya. Sikap Cinta itu diwakili dengan kalimat :

“Sejak gue ketemu elu, gue jadi orang yang beda. Orang yang nggak bener”.

Rangga kemudian menganggap sikap dan perkataan Cinta itu adalah perlakuan yang tidak adil terhadapnya dan memutuskan bahwa mereka tidak usah berhubungan lagi dan setelah ini tidak perlu lagi ada maaf-maafan antara mereka.

Lalu kenapa perlu mendatangi rumahnya Cinta hanya untuk sekedar melihat dari kejauhan? Kalo dari pengalaman saya, alasan utamanya karena di diri Cinta masih ada jiwanya Rangga. 

Ini tentang hati yang telah jatuh dan akan diikhlaskan tetap terjatuh. Ini dilakukan pria pada hubungan yang lagi renggang atau pada hati yang bertepuk sebelah tangan.

Terlebih saat itu Rangga akan berangkat jauh ke New York. Maka lengkaplah adegan itu menjadi sesuatu yang memiliki arti lebih. 

Ketika pria sudah mulai belajar mengikhlaskan cintanya, maka hal pertama yang dia lakukan adalah menghapus semua harapnya, kemudian menerka-nerka sejauh apa potensi luka yang mungkin terjadi pada hatinya.  

Walaupun pada akhirnya kita tahu bahwa ternyata Rangga masih memiliki harapan akan cintanya. Ini tertulis dalam baris puisi perpisahan yang legendaris itu :

“Tapi aku pasti akan kembali dalam satu purnama. Untuk mempertanyakan kembali cintanya. Bukan untuknya bukan untuk siapa, tapi untukku. Karena aku ingin kamu. Itu saja”.

Hal ketiga yang menurut saya sederhana di film ini tapi cukup bermakna, masih terkait dengan puisi perpisahan Rangga yang ditulis di buku diary-nya itu. Yaitu penempatan puisinya di halaman terakhir. 

Seakan-akan itu memberi kesan bahwa kebersamaannya dengan Cinta adalah akhir yang dia harap. Meskipun dia masih akan mengisi lembar-lembar kosong di diary-nya, tapi lembar terakhir telah dimiliki oleh seorang perempuan bernama Cinta yang binar matanya serupa karya Surga.(*)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar