Ring Road Utara Yogyakarta. Foto : yiskandar.wordpress.com |
SEBENARNYA bukan
pertengkaran. Lebih tepatnya mungkin misskomunikasi. Lebih tepatnya lagi, saya
mungkin yang masih kekanak-kanakkan soal urusan percintaan, maklum minim
pengalaman. Jadi di hari kedua saya berada di Jogja, Ida tiba-tiba SMS kalo dia
hari itu tidak bisa menemani saya jalan-jalan karena ada urusan kampus.
Bukannya urusan
kampus udah selesai dan dia tinggal menunggu wisuda aja? Bukankah salah satu
alasan saya jadi ke Jogja adalah karena dia memang sudah nggak ada kegiatan di kampus?
Kok sekarang tiba-tiba ada urusan kampus? Artinya saya harus jalan-jalan
sendirian di kota yang baru saya datangi ini.
Ingin rasanya
saat itu juga pulang kembali ke Makassar (tuh kan saya masih kekanak-kanakkan).
Niat pulang itu tentu saja hanya sebatas niat. Saya kemudian membalas SMS Ida
dengan bertanya, apakah kegiatan kampus itu penting dan tidak bisa ditunda? Ia
bilang penting dan tidak bisa ditunda. Saya langsung memaklumi tapi tetap
memberi kesan ke dia bahwa saya agak kecewa.
Seharian itu saya
menghabiskan waktu dengan jalan-jalan sekitar penginapan. Kalo nggak salah di
daerah Ring Road Utara. Jogja ini memang indah ya. Suasananya membuat hati
sangat nyaman. Kulinernya juga beraneka ragam pilihan dengan rasanya yang enak.
Ingin rasanya pergi ke daerah Gunung Merapi, melihat dari dekat pesona ciptaan Tuhan. Tapi saya nggak mau pergi sendiri. Ida mana sih? Awas aja besok dia masih beralasan ada kegiatan kampus.
Masa jauh-jauh ke Jogja untuk menemui seorang gadis, ujung-ujungnya
jalan sendiri. Kalo besok dia masih sibuk, benar-benar saya akan langsung
pulang ke Makassar (fix, saya memang kekanak-kanakkan).
***
Keesokan harinya
ketika saya sedang menikmati sarapan di teras kamar penginapan, dari kejauhan
saya melihat Ida berjalan ke arah saya. Dari raut wajahnya sepertinya ia merasa
bersalah. Ia kemudian duduk di kursi di depan meja makan. Tertunduk tanpa
sepatah kata.
Ingin rasanya
saya diam juga. Tapi entah kenapa, sama wanita ini saya nggak bisa lama-lama
diam atau marah. Tidak hanya pagi ini, belasan tahun kemudian dan bahkan
setelah kami menikah, saya nggak bisa lama-lama terlibat saling diam atau
saling ngambek. Saya pasti akan segera memperbaiki suasana agar ceria kembali.
“Kita jalan-jalan
ke mana hari ini?,” tanya saya.
Ia kemudian
tersenyum kembali dan ikut menemani saya sarapan. Saya di Jogja selama tujuh
hari dan banyak tempat yang kami kunjungi. Saya juga akhirnya pergi ke daerah
kaki Gunung Merapi ditemani pujaan hati saya itu. Suasana cukup sedih ketika
Ida harus mengantar saya ke Bandara Adi Sucipto untuk kembali ke Makassar.
Mata kami
bertatapan. Kemudian kami saling mengucapkan doa dan menyampaikan salam perpisahan.
Saya melihat matanya Ida berkaca, sedangkan saya sekuat mungkin menahan untuk
tidak menunjukkan kesedihan. Ketika dia membalikkan badannya saya pun menuju pintu
keberangkatan bandara.
Di ruang tunggu,
sesuatu yang dari tadi saya tahan, akhirnya tumpah. Tidak pernah saya sesedih
ini berpisah jarak dengan perempuan. Dalam hati saya berdoa : “Ya Allah, hamba
mau wanita ini yang menjadi jodoh hamba, Aamiin”.
Alhamdulillah, Doa
ini terkabul tiga tahun kemudian. Kami terjalin dalam sebuah ikatan suci
pernikahan, tepat pada Hari Jumat, 08 Oktober 2010. Jumat pekan depan, 08
Oktober 2021 adalah Hari Jadi ke-11 Pernikahan kami. Semoga Allah tetap
memberikan kami kekuatan cinta untuk dapat terus bersama hingga ke-Surga-NYA, Aamiin.(*).
***
Tulisan ini
adalah edisi terakhir tentang “Jelang 11 Tahun”.
0 komentar